[fanfic] At The End of My Violin Concert

At The End of My Violin Concert


“BRAVO!!!!”

Tepuk tangan kembali terdengar ketika ada orang yang menyerukan satu kata tadi. Aku tersenyum dan membungkuk ke arah penonton yang telah rela membuang uangnya untuk menonton resital violin-ku yang ketiga belas. Berbagai rasa sakit yang terasa di pundak, jari, sendi, leher dan pingsan beberapa kali ketika latihan seakan-akan terobati setelah resital ini.

Aku, Morimoto Ryutaro, memang anak yang mempunyai talent di bidang violin. Semua telah mengakuinya dan tak akan ada yang bisa memalingkan muka dari kenyataan itu.

**

“Ne, Ryutaro! Kau memang hebat!” Chinen Yuuri, manajerku yang amat dekat denganku bahkan sudah kuanggap sebagai keluargaku sendiri, menepuk bahuku seperti biasa. Chinen ini sangatlah baik, mengerti keadaanku yang yatim piatu ini. Chinen jugalah guru violin pertamaku, dan partner duet pertamaku saat resital lagu Canon in D. Sayangnya meskipun dia 2 tahun lebih tua dariku, dia lebih pendek dariku. Sayang.

”Aw, Chinen! Bahuku sakit tahu!” aku memasang wajah cemberut karena memang bahuku sedang sakit akibat terlalu hot memainkan Caprice no.26 by Paganini yang sempat memutuskan senar E sebanyak 4 kali ketika latihan. “Oh iya, apa diagnosa dokter yang merawatku ketika aku pingsan 5 kali waktu itu?”

Wajah Chinen berubah kaget ketika aku bertanya hal itu. Aku tahu, pasti ada yang disembunyikan dariku. Dan Chinen tak mau hal itu mengganggu resital violinku. ”Ergh, kau tidak kenapa-kenapa kok! Kau hanya terkena tekanan darah rendah! Kau kan berlatih sangat keras waktu itu!” Chinen menjawab dengan raut wajah meyakinkan. Oke, kalau begitu. Tekanan darah rendah? Serendah apa memangnya sampai aku pingsan 5 kali?

**

”Ryu-ta-ro! Ini makan wortel dan apelnya! Hei! Paprikanya jangan disisihkan! Makan juga brokoli hijau yang ranum itu! Ini kuberi kau supelmen makanan supaya tak pingsan lagi nanti! Jangan lupa! Habiskan sup asparagus-mu itu!” Chinen banyak bacot pagi ini. Rasanya ketika aku bangun pada kali kelima aku pingsan dia masih santai-santai saja.. ”Oh iya! Kau harus latihan Concerto in A minor by Vivaldi, Humoresque by Dvorak, Maman by Mozart, Air in G String by Bach, Der Holle Racht Kocht in Meinem Herzen by Mozart, Canon in D 1st Violin, Minuet Boccherinni, Autumn-Spring-Winter Vivaldi juga! Oke ya, aku pergi dulu! Jyaa!” Chinen bacot sekali. Apa lagi itu? Aku harus belajar semua itu? Patahkan saja tanganku kalau begitu!! Capek tahu menggesek bow violin selama.. (5+6+5+4+5+5+6+30=67 menit!) 67 MENIT! Belum lagi diulang-ulang, namanya juga latihan!

Maunya Chinen apa sih? Kalau begini terus, aku malas menyentuh violin.

**

”Jadi bagaimana, dokter? Ryutaro tidak terkena penyakit laknat itu kan?”
“Maaf, tuan. Diagnosa rumah sakit kami selalu benar. Ryutaro memang terkena penyakit itu.”
“Sampai kapan kira-kira dia akan bertahan?”
“Karena penyakitnya sudah masuk stadium akhir, hidupnya tak akan lebih dari 6 bulan lagi.”
“6 BULAN LAGI? DOKTER! 6 bulan lagi itu konser pertamanya! Selama ini dia hanya menjadi bintang tamu resital! INI KONSER, DOKTER! Kenapa harus 6 bulan lagi??”
“Maafkan saya, tuan. Kanker itu sudah menggerogotinya. Pingsan 5 kali dalam seminggu itu sudah termasuk bukti yang paling kongkret. Mungkin ini juga karena kecapekan yang membuat kanker ini semakin cepat menggerogoti tubuh dari tuan Morimoto.”
“Jadi saya harus bagaimana, dokter?”
“Buat hidupnya senang dalam waktu 6 bulan ini. Oh iya, ini hasi; diagnosa otentiknya. Supaya anda percaya kalau kami tidak main-main mendiagnosa orang. Selamat siang.”


**

TOEENG!

”ERGH! Kenapa harus putus lagi?? Senar E pula!!! AAAAARRGGHHH!!!” aku mulai frustasi saat memainkan Winter Vivaldi. Tingkat kesulitan partitur ini sangat jauh di atas awan. Sedikit lebih sulit dari Caprice. Aku mengambil senar E dan mulai menyetemnya. Dan juga aku mengambil koyo ketiga dari kotak obat supaya sendi, bahu dan leherku tidak terlalu sakit.

”Tadaima...”
”Okaeri! Chinen! Tadi kau kemana saja?
”Kocchi! Kocchi! Aku punya kejutan!”

Hm? Tumben sekali Chinen punya kejutan untukku. Biasanya dia membawa kabar buruk untukku, ya?

”Ne Ryutaro.. Kau akan mendapat konser violinmu sendiri 6 bulan lagi!” err. WHAT? Aku tidak salah dengar, kan? My first violin concert.. Akhirnya.. setelah 13 kali hanya menjadi bintang tamu resital.. TUHAN! ”Senang kan?” Chinen tersenyum sambil beranjak memelukku. Aku menyambut pelukannya, meskipun jadinya terlihat aneh karena Chinen lebih pendek dariku. Adegan kami berpelukan terlihat seperti adegan kakak-adik yang sudah lama tidak bertemu lagi. Payah authornya. Suruh siapa cast-nya Chinen? Kenapa bukan Inoo? Kan dia lebih gentle! *author : AH! LO CHARA DISINI! JANGAN MACEM2! TERIMA JADI AJA LO DEH!* *ngelempar sepatu ke ryuu* *dibales* *berdarah* *nangis* *sadar harus bikin fic* *berenti nangis* *kembali melanjutkan cerita*

”Benarkah ini Chinen?” aku masih tidak percaya akhirnya ada orang yang mau membuatkan aku konser violin. Aku mau berlatih ah.. selama 6 bulan ini! Lagu yang tadi diberikan oleh Chinen juga akan aku tambah!

**
~6 MONTHS LATER~

”Upph..”

Oke, tinggal menunggu seminggu sampai konser violin pertamaku. Aku merasa senang, sekaligus aneh. 6 bulan ini aku semakin merasa tubuhku ini semakin menyebalkan. 6 bulan sudah tak terhitung lagi berapa kali aku pingsan. Sudah tak terhitung lagi berapa kali aku jatuh dari tangga. Tak terhitung berapa kali aku kejang-kejang. Tapi baru kali ini aku tahu yang sebenarnya. Yang ditutup-tutupi oleh Chinen.

Kemarin, aku mencari rosin karena aku merasa bow-ku sudah licin. Sekalian juga aku mau mengambil senar A yang baru saja putus (lagi) . Aku mencari di seluruh rumah tapi tak ada, akhirnya aku memberanikan diri mencari di kamar Chinen. Saat aku masuk, pemandangan pertama adalah itu. File itu. Di atas tempat tidurnya yang rapi.

Surat diagnosa dokter. Yah, akhirnya aku tahu kalau hidupku tinggal seminggu. Pantas saja aku selalu pingsan, selalu jatuh, selalu kejang-kejang..

**

Hari H.
Aku sedari pagi sudah merasa kalau aku akan mati. Bahkan aku tak bisa jalan. Aku sekarang menggunakan kursi roda. Lusa kemarin aku jatuh dan langsung lumpuh. Yah, aku sih pasrah saja. Karena memang aku sudah yakin kalau sekarang aku mati. Sudah banyak tanda-tandanya. Wajahku pucat, lebih pucat dari cat tembok warna putih. Aku agak sulit mengatur nafasku. Pagi ini aku mimisan juga.

”Ryutaro.. Aku ingin berkata sesuatu padamu..” Chinen mulai angkat bicara ketika kami sudah sampai hall gedung. Pasti mau membicarakan itu.

”Aku sudah tahu semuanya. Aku senang kau menyembunyikannya, Chinen! Jadi kau tak perlu over-protective selama 6 bulan sila..”

”Ryutaro??!!”
Aku pingsan lagi, kawan!

**

”Ryutaro..”
“Ryuu?”
“Taro!”


”Ngggghhhh.....” aku bangun juga pada akhirnya. Yah, memang belibet sih, bahasanya. Salahkan author. Pada intinya, akhirnya aku sudah berdiri disini (bukan berdiri tepatnya, sambil duduk di kursi roda). Di panggung. Mengangguk ke arah penonton, dan mulai memainkan Humoresque nada dasar 5 mol.

Humoresque..
Der Holle Racht Kocht in Meinem Herzen..
Maman..
Autumn..
Winter..
Canon In D
Caprice no. 26
Lalo..
Concerto in A minor..
Minuet...


Spring. Partitur favoritku. Memainkan 2nd movementnya, aku sudah mulai mimisan. Pandanganku sudah mulai kabur. Chinen berlari ke arahku, tapi aku menggeleng ke arahnya dan tersenyum, sambil terus memainkan Spring. 1 bar terakhir, aku merasa kalau tubuhku terayun dan jatuh. Tersangga oleh kursi roda.

1 bar lagi, kawan. Dan aku, gugur?

Tidak. Aku tak mau. Aku harus menyelesaikan Spring ini.
Aku memaksa tanganku, mengayun bow sekali lagi, satu melodi lagi, meskipun dalam posisi tidak meyakinkan sekalipun..

..
Tamat. Selamat tinggal, semuanya.

“BRAVO!”

Suara Chinen.
Dan tepuk tangan hadirin.
Menutup hidupku.
Setidaknya aku pernah konser.


hehehe

coppas dari forum tercinta lets jump~~

No Response to "[fanfic] At The End of My Violin Concert"

Post a Comment

mince's lovers says